Pengertian Bermain
Anak-anak gemar bermain. Bagi mereka, bermain berarti bukan main-main. Saat bermain, sebenarnya seorang anak memperoleh banyak hal, bukan hanya kesenangan. Bermain itu sendiri berarti setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir (Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1991). Artinya, bermain adalah kegiatan spontan. Anak tak berpikir terbakar jika bermain api. Ia hanya menginginkan kesenangan dari aktivitas itu.
Banyak pakar perkembangan anak mengumpulkan beberapa manfaat yang didapat seorang anak melalui bermain. Hasilnya:
Dodson mengatakan bahwa cara terbaik bagi anak untuk dapat mempelajari sesuatu adalah dengan bermain (Bagaimana Memilih Mainan untuk Anak, Raharti Bambang, Media Pembinaan dan Pengembangan Kesejahteraan Anak, No. 13/ 1990, hal. 11 ). Ketika seorang anak bermain di alam bebas, anak dapat memperkaya pengetahuannya akan jenis tumbuhan, aneka ragam bunga, binatang, warna dan sebagainya
Sementara itu, Prof. Abdullah Nashih Ulwan menyebut dua hal yang menyokong pentingnya permainan yang baik dan hiburan yang bersih bagi anak-anak. Pertama, kemungkinan anak untuk belajar di waktu kecil lebih besar dibanding saat mereka dewasa. Sehingga dikatakan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dan Thabrani: "Belajar di waktu kecil seperti melukis di atas batu." Kedua, kebutuhan manusia akan hiburan dan permainan lebih besar di waktu kecil dibanding saat mereka dewasa. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi: "Anak yang energik pada waktu kecilnya pertanda ia akan menjadi orang yang cerdas ketika dewasa." (Bermain dengan Anak, Ummi No. 6 September 1989, hal. 35)
Pengertian Permainan Konstruktif
Menurut Agus Sujanto dalam buku Psikologi Perkembangan, permainan konstruktif diartikan, anak membangun menyusun balok-balok, batu-batu dan sebagainya menjadi sesuatu yang baru dan dengan itu anak menemukan kegembiraannya. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa anak mereproduksi obyek yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk konstruksinya. Misalnya mobil dari balok-balok mewakili mobil yang dilihat sebenarnya. Elizabeth B. Hurlock menyebutkan bahwa permainan konstruktif adalah bentuk permainan dimana anak-anak menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan tujuan yang bermanfaat mela-inkan lebih ditujukan untuk kegembiraan yang diperoleh dari membuatnya (Perkembangan Anak, jilid 1, Elizabeth B. Hurlock, Erlangga, 1991). Ini berarti, anak senang sekali bila dapat membuat dan menghasilkan sesuatu ke dalam bentuk konstruksinya.
Abu Ahmad dan Munawar Sholeh menamakan permainan kostruktif itu dengan sebutan permainan bentuk. Artinya, anak mencoba membentuk (konstruksi) suatu karya atau juga merusak (destruksi) suatu karya yang ada karena ingin tahu atau ingin mengubahnya (Psikologi Perkembangan, H, Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Rineka Cipta, Jakarta, 1991).
Dalam permainan konstruktif, anak tidak saja membentuk benda-benda menjadi suatu karya, tapi juga membuat benda baru dengan mengubah dari benda yang ada, sesuai dengan keinginannya. Karena itu, kita sering melihat seorang anak yang 'hobi' membongkar mainannya. Permainan ini, menurut dua pakar di atas, ada tingkatannya, yaitu: membuat sesuatu tapi belum dapat memberi nama.
• membuat sesuatu dan memberi nama.
• menentukan dan membuat nama dulu, sebelum membuat sesuatu.
• membuat sesuatu, sudah lengkap agak mirip dengan kondisi bentuk sebenarnya yang dikehendaki.
Keempat tingkatan permainan konstruktif tersebut menyimpulkan, anak mentransformasikan suatu benda atau suatu obyek menjadi suatu bentuk lain.
Permainan Konstruktif dan Kemampuan Ingatan Anak
Dengan karakter permainan seperti di atas, permainan konstruktif tak dapat dilakukan oleh seluruh balita. Agus Sujanto dalam Psikologi Perkembangan (Jakarta: Aksara Baru, 1988) memaparkan prosentase permainan yang biasa dilakukan seorang anak dalam setiap hari berdasar tingkatan umur.
Anak usia 4-5 tahun digolongkan masa kanak-kanak. Aktivitas membangun dan mencipta sudah ada dan berkembang pesat pada usia ini. Seperti yang dikemukakan oleh Carl Buhler bahwa permainan konstruktif sudah ada mulai usia 2 tahun dan meningkat terutama mulai usia 5 tahun. H. Hetzer juga mengemukakan bahwa pada usia 4-8 tahun porsi permainan konstruktif lebih besar daripada porsi permainan lain. Menurut Singgih D. Gunarsa, anak pada masa ini mempunyai ciri-ciri:
• tak lagi tergantung pada orang tua dan sudah punya inisiatif untuk melakukan sesuatu.
• mulai mengetahu kemampuan dan keterbatasannya serta bisa
• berkhayal tentang apa yang akan dilakukannya.
• menyenangi hal-hal baru dan menarik.
• mampu bekerjasama dengan orang dewasa.
Permainan seorang anak dapat merangsang kemampuan ingatannya. Kemampuan ingatan memang harus dirangsang dan dilatih. Drs. Padji menyatakan bahwa kemampuan otak untuk menyimpan dengan cepat dan mengingat kembali dengan teliti harus dilatih dan disempurnakan (Meningkatkan Keterampilan Otak Anak, Drs. Padji, Pioner Jaya, Bandung, 1992, hal. 24).
Permainan konstruktif sebagai bagian dari permainan edukatif, dapat merangsang kemampuan ingatan seorang anak. Tujuan diberikan permainan ini adalah untuk pengembangan aspek-aspek kepribadian anak, di antaranya untuk mengetahui dan merangsang kreativitas anak dalam mereproduksi bentuk bangunan yang bersifat konstruktif sesuai dengan imajinasinya. Manfaat utama dari permainan konstruksi adalah melatih kemampuan ingatan anak. Setiap kali anak melakukan permainan konstruktif, maka otak anak diaktifkan kembali untuk mengingat. Semakin banyak anak diberikan permainan ini, semakin banyak pula latihan mengingat pada anak dan kemampuan ingatan anak menjadi terlatih dengan baik. Misal anak yang tinggal di pesantren. Mereka sering diberi tugas hafalan.
Ini artinya mereka sering mendapat latihan mengingat, hingga ingatan mereka menjadi terlatih dan mudah mengingat sesuatu.
Metode dalam melatih ingatan dengan memberikan permainan konstruktif dikenal dengan sebutan metode rekonstruksi. Kepada anak diperlihatkan berbagai obyek yang tersusun dengan cara tertentu. Setelah itu, urutan tersebut dibongkar dan anak harus menyusun kembali. Melalui permainan ini anak dapat berekspresi dan berkreasi dengan benda-benda yang beraneka ragam bentuknya sesuai dengan yang diingatnya. Permainan seperti ini penting karena merupakan latihan bagi kemampuan ingatan anak. Dalam permainan itu anak menerima kesan-kesan yang nantinya dapat dimunculkan kembali saat diperlukan. Saat memasuki sekolah dasar misalnya, anak menjumpai pelajaran-pelajaran yang berhubungan dengan permainan yang pernah dilakukan, antara lain bangun dasar geometri. Bahkan, kemampuan ingatan yang sudah terlatih sangat berguna dalam keseluruhan proses belajar. Antara proses belajar dan ingatan mempunyai hubungan erat. Tak mungkin kita mempelajari sesuatu tanpa fungsi ingat atau dikritik orang dewasa. Tapi, semua itu bisa dihindari atau dikurangi dengan cara menghargai apapun hasil konstruksi yang telah dibuat anak.
Dalam hal ini, tentu saja peran orang tua sangat besar untuk menjaga semangat anak dalam melakukan permainan konstruktif.
Sumber : Majalah Ishlah, No. 11/Th II, 1994/1995
Anak-anak gemar bermain. Bagi mereka, bermain berarti bukan main-main. Saat bermain, sebenarnya seorang anak memperoleh banyak hal, bukan hanya kesenangan. Bermain itu sendiri berarti setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir (Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1991). Artinya, bermain adalah kegiatan spontan. Anak tak berpikir terbakar jika bermain api. Ia hanya menginginkan kesenangan dari aktivitas itu.
Banyak pakar perkembangan anak mengumpulkan beberapa manfaat yang didapat seorang anak melalui bermain. Hasilnya:
1. Bermain dapat membantu perkembangan fisik seorang anak. Terdapat perbedaan yang jelas terlihat pada gerak reflek, kekuatan anggota badan hingga daya tahan pada seorang anak yang biasa bermain dengan mereka yang hobinya selalu berada dalam rumah dan diam.
2. Bermain juga merupakan sarana bagi berkembangnya kemampuan komunikasi seorang anak.
3. Bermain dapat merangsang tumbuhnya kreativitas anak. Tersedianya wahana yang luas ketika seorang anak bermain membuatnya terlatih untuk mengeksplorasi dunia. Hampir tiap permainan selalu mengundang nalar seorang anak untuk berpartisipasi.
4. Bermain juga bermanfaat untuk menyalurkan hasrat dan keinginan yang tidak tersalurkan dalam bidang lain.
5. Bermain berguna untuk menegaskan eksistensi dan peran yang harus diembannya. Bermain masak-masakan, bermain orang tua-orang tuaan, hingga bermain lurah-lurahan membuat anak memahami peran dan fungsi tokoh yang dimainkannya.
Dodson mengatakan bahwa cara terbaik bagi anak untuk dapat mempelajari sesuatu adalah dengan bermain (Bagaimana Memilih Mainan untuk Anak, Raharti Bambang, Media Pembinaan dan Pengembangan Kesejahteraan Anak, No. 13/ 1990, hal. 11 ). Ketika seorang anak bermain di alam bebas, anak dapat memperkaya pengetahuannya akan jenis tumbuhan, aneka ragam bunga, binatang, warna dan sebagainya
Sementara itu, Prof. Abdullah Nashih Ulwan menyebut dua hal yang menyokong pentingnya permainan yang baik dan hiburan yang bersih bagi anak-anak. Pertama, kemungkinan anak untuk belajar di waktu kecil lebih besar dibanding saat mereka dewasa. Sehingga dikatakan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dan Thabrani: "Belajar di waktu kecil seperti melukis di atas batu." Kedua, kebutuhan manusia akan hiburan dan permainan lebih besar di waktu kecil dibanding saat mereka dewasa. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi: "Anak yang energik pada waktu kecilnya pertanda ia akan menjadi orang yang cerdas ketika dewasa." (Bermain dengan Anak, Ummi No. 6 September 1989, hal. 35)
Pengertian Permainan Konstruktif
Menurut Agus Sujanto dalam buku Psikologi Perkembangan, permainan konstruktif diartikan, anak membangun menyusun balok-balok, batu-batu dan sebagainya menjadi sesuatu yang baru dan dengan itu anak menemukan kegembiraannya. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa anak mereproduksi obyek yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk konstruksinya. Misalnya mobil dari balok-balok mewakili mobil yang dilihat sebenarnya. Elizabeth B. Hurlock menyebutkan bahwa permainan konstruktif adalah bentuk permainan dimana anak-anak menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan tujuan yang bermanfaat mela-inkan lebih ditujukan untuk kegembiraan yang diperoleh dari membuatnya (Perkembangan Anak, jilid 1, Elizabeth B. Hurlock, Erlangga, 1991). Ini berarti, anak senang sekali bila dapat membuat dan menghasilkan sesuatu ke dalam bentuk konstruksinya.
Abu Ahmad dan Munawar Sholeh menamakan permainan kostruktif itu dengan sebutan permainan bentuk. Artinya, anak mencoba membentuk (konstruksi) suatu karya atau juga merusak (destruksi) suatu karya yang ada karena ingin tahu atau ingin mengubahnya (Psikologi Perkembangan, H, Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Rineka Cipta, Jakarta, 1991).
Dalam permainan konstruktif, anak tidak saja membentuk benda-benda menjadi suatu karya, tapi juga membuat benda baru dengan mengubah dari benda yang ada, sesuai dengan keinginannya. Karena itu, kita sering melihat seorang anak yang 'hobi' membongkar mainannya. Permainan ini, menurut dua pakar di atas, ada tingkatannya, yaitu: membuat sesuatu tapi belum dapat memberi nama.
• membuat sesuatu dan memberi nama.
• menentukan dan membuat nama dulu, sebelum membuat sesuatu.
• membuat sesuatu, sudah lengkap agak mirip dengan kondisi bentuk sebenarnya yang dikehendaki.
Keempat tingkatan permainan konstruktif tersebut menyimpulkan, anak mentransformasikan suatu benda atau suatu obyek menjadi suatu bentuk lain.
Permainan Konstruktif dan Kemampuan Ingatan Anak
Dengan karakter permainan seperti di atas, permainan konstruktif tak dapat dilakukan oleh seluruh balita. Agus Sujanto dalam Psikologi Perkembangan (Jakarta: Aksara Baru, 1988) memaparkan prosentase permainan yang biasa dilakukan seorang anak dalam setiap hari berdasar tingkatan umur.
Anak usia 4-5 tahun digolongkan masa kanak-kanak. Aktivitas membangun dan mencipta sudah ada dan berkembang pesat pada usia ini. Seperti yang dikemukakan oleh Carl Buhler bahwa permainan konstruktif sudah ada mulai usia 2 tahun dan meningkat terutama mulai usia 5 tahun. H. Hetzer juga mengemukakan bahwa pada usia 4-8 tahun porsi permainan konstruktif lebih besar daripada porsi permainan lain. Menurut Singgih D. Gunarsa, anak pada masa ini mempunyai ciri-ciri:
• tak lagi tergantung pada orang tua dan sudah punya inisiatif untuk melakukan sesuatu.
• mulai mengetahu kemampuan dan keterbatasannya serta bisa
• berkhayal tentang apa yang akan dilakukannya.
• menyenangi hal-hal baru dan menarik.
• mampu bekerjasama dengan orang dewasa.
Permainan seorang anak dapat merangsang kemampuan ingatannya. Kemampuan ingatan memang harus dirangsang dan dilatih. Drs. Padji menyatakan bahwa kemampuan otak untuk menyimpan dengan cepat dan mengingat kembali dengan teliti harus dilatih dan disempurnakan (Meningkatkan Keterampilan Otak Anak, Drs. Padji, Pioner Jaya, Bandung, 1992, hal. 24).
Permainan konstruktif sebagai bagian dari permainan edukatif, dapat merangsang kemampuan ingatan seorang anak. Tujuan diberikan permainan ini adalah untuk pengembangan aspek-aspek kepribadian anak, di antaranya untuk mengetahui dan merangsang kreativitas anak dalam mereproduksi bentuk bangunan yang bersifat konstruktif sesuai dengan imajinasinya. Manfaat utama dari permainan konstruksi adalah melatih kemampuan ingatan anak. Setiap kali anak melakukan permainan konstruktif, maka otak anak diaktifkan kembali untuk mengingat. Semakin banyak anak diberikan permainan ini, semakin banyak pula latihan mengingat pada anak dan kemampuan ingatan anak menjadi terlatih dengan baik. Misal anak yang tinggal di pesantren. Mereka sering diberi tugas hafalan.
Ini artinya mereka sering mendapat latihan mengingat, hingga ingatan mereka menjadi terlatih dan mudah mengingat sesuatu.
Metode dalam melatih ingatan dengan memberikan permainan konstruktif dikenal dengan sebutan metode rekonstruksi. Kepada anak diperlihatkan berbagai obyek yang tersusun dengan cara tertentu. Setelah itu, urutan tersebut dibongkar dan anak harus menyusun kembali. Melalui permainan ini anak dapat berekspresi dan berkreasi dengan benda-benda yang beraneka ragam bentuknya sesuai dengan yang diingatnya. Permainan seperti ini penting karena merupakan latihan bagi kemampuan ingatan anak. Dalam permainan itu anak menerima kesan-kesan yang nantinya dapat dimunculkan kembali saat diperlukan. Saat memasuki sekolah dasar misalnya, anak menjumpai pelajaran-pelajaran yang berhubungan dengan permainan yang pernah dilakukan, antara lain bangun dasar geometri. Bahkan, kemampuan ingatan yang sudah terlatih sangat berguna dalam keseluruhan proses belajar. Antara proses belajar dan ingatan mempunyai hubungan erat. Tak mungkin kita mempelajari sesuatu tanpa fungsi ingat atau dikritik orang dewasa. Tapi, semua itu bisa dihindari atau dikurangi dengan cara menghargai apapun hasil konstruksi yang telah dibuat anak.
Dalam hal ini, tentu saja peran orang tua sangat besar untuk menjaga semangat anak dalam melakukan permainan konstruktif.
Sumber : Majalah Ishlah, No. 11/Th II, 1994/1995
Selengkapnya...